BERTEPUK UNTUK RAJA
kau bertepuk tangan saat raja
lewat, kau acungi jempol sewaktu
raja turun dari podium, biarpun
masam wajahnya. sumbang
suaranya, ataupun langkahnya
terpincangpincang di jalan
gelombang
: apa pun dari raja
di matamu sempurna
lalu kau kembali berpaling
atau menunduk
ketika yang lewat depanmu
orangorang amat biasa
: betapapun kau kenal
dan dulu sahabat
2021
SETIAP KUHAMPIRI PANTAI
setiap kuhampiri pantai, di pasir ada jejakku
mengekal. lalu kau ambil sedikit untuk langkahmu juga. untuk tanda kau juga di sana;
bersama main pasir pantai. bersama menulis kenangan; satu kata karena kutahu
setiap kalimatku di jejak itu esok kau petik dan tumbuh di langkahmu
setiap jejakmu membayang pula getar langkahku. debar suaraku dan mataku yang
berkilau atau sendu. selalu jadi bayang dalam
detak katakatamu
seperti di pantai ini, setiap gambar akan punah disisir ombak
begitu pula barisbaris puisiku hanyut dan kau
akan mengambilnya. sampai aku lupa, siapa
dulu datang ke pantai ini. menulis di lidah ombak
dan hamparan laut itu?
YANG SELALU MENGANTARKU
pada laut yang selalu
mengantarku ke pantai
juga, kusimpan serpihan
bayangmu di pasir itu
biar anakanak menjadikan
kekal. di hampar pasir
jadi lukisan tentangmu;
dalam aroma laut
dan aku akan terus ziarah
kukunjungi pantai, kuselami
laut. kubacakan kisah malin
pada anakanak itu
dan kau bukan perempuan
yang terkutuk itu! kau datang
kemudian, mengantar gambar
demi gambar. lalu aku menulis
jadi puisi, anakanak melukis
di bentangan pantai
“datanglah ke sini
nikmati kisah cinta dan lupakan
segala kutuk pada si malin,” tulis
anakanak di bawah lukisan
2021
IA BERI GAMBARNYA
ia beri gambar dirinya;
di lingkaran lampu
wajah yang merah dadu
aku pun mengeja tiap lekuk
dari kata perkata. liku hidup
yang terbuka dan tutup
– rahasia jejak cintamu
sebuah rasi kelak kubuka
di telapak tanganmu –
merah nyala bibirmu
merah dadu pipimu
dan uraian rambut. di situ
selalu kugali puisiku
kuaduk setiap misteri
seperti ini langkah
LELAKI YANG DITURUNKAN DI LERENG
lelaki yang diturunkan di lereng gunung itu
tak lagi sanggup mencari pantai. laut
tak bergemuruh, peta terhapus saat bandang
dan bukit pun tenggelam
satusatunya yang mesti dilakukan agar tak mati
pula di hutanhutan atau di tepi pantai yang
kerap diancam ombak besar. ia harus mendaki
sepuncakpuncaknya! angin akan menolongnya
saat panas matahari nyengat. awan melindungi
kepalanya jika silau cahaya yang terik
di atas puncak gunung lelaki itu mengibarkan
pakaiannya. dia ingin ada yang datang lalu berpeluk
untuk tahuntahun selanjutnya; adakah badai
datang di kala itu? ia bertanya. “di sini tak ada
orang,” katanya kemudian
hanya ditemani belantara
hanya untuk menunggu
waktu jatuh di puncak itu
lalu serupa batu yang
menggelinding
LAUT DALAM DIRI
ia tak lagi cari pantai
dalam diriku adalah
pasirpasir. pantai
yang kau rindui
setiap waktu. – demi
waktu – berpacu
menuju tanah jauh
laut gemuruh dalam diri
dalam diri kucari
pantai untuk rebah
bertahun yang lelah
laut dalam diri
di mana gemuruh-Mu?
aku selalu rindu
pada gemuruh itu
pantai untuk sujud
BERKUNJUNG KE KOTAMU
ini kali aku berkunjung ke kotamu
- sebuah kota yang melahirkanmu
dan mungkin sedikit kenangan
kanakkanak sebelum kau lupakan
berapa tawa ditanam, sebanyak apa
tangis ditabur di sungai itu – setelah
itu kau hanya datang
untuk sebuah lengang
membaca suratsurat masa silam
menghitung sisa gundu di lemari
bonekaboneka manusia dan hewan
di atas kepala setiap kau tidur
lalu menatapi rajutan liur labalaba
plafon yang sedikit melompong
tembus genting bercahaya; itulah
matamu yang selalu diingat
setelah itu semua sekarat
tak ada lagi kenangan untuk disayang
jika kelak harus terbuang. tiada lagi
senyuman sebab benarbenar tak abadi
kecuali rajutan liur labalaba; kelak pun
akan menggulung masa lalu dan
masa depan
dan kau akan semakin terbata
saat mengeja kota kelahiran itu
ketika kau tahu silam dan sekarang
hanya putaran yang merajut di tubuh
- esok hanya bayang
di matamu yang tergenang –
2021
*
Isbedy Stiawan ZS adalah sastrawan kelahiran Tanjungkarang, Lampung. Karyanya berupa cerpen, puisi, esai, dan jurnalistik dimuat di banyak media massa cetak dan online. Buku puisinya yang diterbitkan baik penerbit indie maupun besar sangat banyak. Paling terbaru ialah Kini Aku Telah Jadi Batu! (lalu diterjemahkan Seno Kardiansyah Now I’ve Become A Stone! – penerbit Amazon, 2021), Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua, Tausiyah Ibu, Kau Kekasih Aku Kelasi, Masih Ada Jalan Lain Menuju Rumahmu (Siger Publisher, 2021), Tersebutlah Kisah Perempuan yang Menyingkap Langit (Teras Budaya, 2021), dan Buku Tipis untuk Kematian (basabasi, 2021)
TAMAT.