Puisi
Isbedy Stiawan ZS

KAU TAHU, AKU…

kau tahu, aku tak mungkin lagi mengharapmu datang. hujan sudah berulang
tiba kemudian pergi. reda lalu hadir seperti seseorang membawakan
air mata. sebuah luka tak tertahan, bendungan yang jebol oleh bah

melebihi kisah Nuh? kau tak tahu, aku belum mendengar ceritamu

aku jauh dari kota itu. di lembar kisah tak lag ditulis. di sini orangorang
— kami — sibuk mencatat rencana, jadwal kunjungan, persiapan kencan,
dan di tempat mana bertemu. juga soal kalender libur, tanggal vaksin,
hingga kapan bisa membantu korban banjir, gempa, gunung muntahkan
lahar,

ah, tak kau hitung soal pesawat hilang rute lalu jatuh?

anakanak sibuk berlari di layar telepon pintar, setelah ia suntuk
menghadapi wajah guru yang cemberut dan ibu yang bukan menemani
— tapi cerewet dan sering marah. lalu aku lupa kapan pernah kau
bercerita kisah itu?

kau tahu, aku tak mungkin memgharapmu lagi tiba. hujan

berkalikali datang dan pergi. mengajak bercinta dan mengirim petaka

di sini. orangorang — kami — tak pernah sibuk mengintip nasib tetangga
“aku saja tak ada yang (bisa) dimakan ini hari…”

2 Maret 2021

SIAPA MENEMUI SEPI

siapa lagi akan menemui sepi
ini hari sebelum senja?

malam tadi kudengar kaki
yang diseret mendekati kamar
gemuruh di dalam mimpi
sunyi pada telingaku

tak kutahu. aku tak mampu
mengeja setia hurup dari namamu,
sukukata yang rumit

tumit yang tipis
betis batang padi

ADA YANG MELEPAS TUBUHKU

aku gusar: sudah di pucuk ini
apa aku mesti seperti batu
kembali diluncurkan
mencium telapak kaki
dan sujud di bawah matahari

aku hanya tutup mata
biarkan pekat semesta
kau yang memanggul
lainnya menggelindingkan

berulang. sampai lelah
geremang. makin gelisah

mata kupejamkan
langit-tanah hitam

kurasakan ada yang bawa aku
di pundak berotot kaku
pelan ia pelan menaik
ke puncak paling pucuk

lalu ada yang melepas tubuhku
kurasakan aku berputarputar
meluncur ke kaki siapa?

sujud?

tidak. kecuali padamu hanya

2020-2021

SURAT TERAKHIR

mungkin ini surat terakhir yang kaukirim
mungkin ini surat yang kuterima terakhir
setelah itu tiada lagi pena di tanganmu
tak ada lagi yang mesti kubaca

kitab sudah khatam
suratsurat sudah terhimpun
di rak buku, meja belajar
dalam benakku yang liar

kelak bukan kita yang mengeja
orang lain di sebelah kembali
meneruskan, dan kita hanya tertawa

tapi kita tak pernah menipu?

BIODATA

BIODATA PENULIS. Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublikasikan di pelbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain.

Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020), dan Kau Kekasih Aku Kelasi (2021).

Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi.

Kemudian sejumlah buku cerpennya, yakni Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung, Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020).