Sayembara ESVA-17.
Subjek: Tulis sebuah SAJAK yang melibatkan angka 17. Tema sebenar adalah bebas.
- HADIAH:
Ke-1: RM100.
Ke-2: RM70.
Ke-3: RM50. - Terbuka kepada semua penyair.
- Seorang penulis boleh menghantar SATU penyertaan sahaja.
- Hantar ke e-mel: GaksaAsean@gmail.com.
TARIKH Mula: 26.07.2021.
TARIKH Akhir: 31.07.2021.
PENYERTAAN
Pada masa peraduan ditutup, kami terima 16 penyertaan yang berikut:
- Sugiano MP.
- Cunong Nunuk Suraja.
- Mokhtar Rahman.
- Ibnu Din Assingkiri.
- Paridah Ishak.
- Jo Latif.
- Moh. Ghufron Cholid.
- Husairi Hussin.
- Sujata Wee.
- CT Nurza.
- Oui Bin Sal.
- Isbedy Stiawan.
- Wijaya Jaya (Muhammad Lutfi).
- Marwan Sham.
- Sriwati Labot.
- Dimas Indiana Senja.
KARYA PENYERTAAN
1.
Sugiono MP:
SERAMPANG TUJUH BELAS
tujuh belas
dalam angka: 17
ada satu
ada tujuh
satu satu, aku sayang kamu
tujuh tujuh, kita menyatu
dalam satu tujuan
merenda kedamaian
menganyam perdamaian
tamaddun umat manusia
kita satu dalam kias
bergandeng tangan di metafora
menghadapi pandemi bumi
membatasi sebaran corona
satu satu, aku sayang kamu
tujuh tujuh, kita dirikan
perdamaian dunia
Kota Hujan, 26 Juli 2021
2.
TUJUH BELAS SILAM DI MUSIM SEMI
hujan yang kemarin ditunggu menuai berkah
ternyata melimpah sampai rumah-rumah basah
tujuhbelas serpihan hujan berselancar di kaca jenndela
hujan yang kau simpan kemarin di balik gunung Salak
kautumpahkan tapa sisa hingga azar tiba
baju, motor, jalanan basah bahkan sungai meluap
tujuhbelas takbir sudah kuserukan di bibir basah
hujan yang kau kirim kemarin jatuh di wilayah Tanggerang Selatan
berbaju hitam dengan senjata halilintar mirip tokoh Gundala Petir
kirim pesan pendek makan siangnya tertunda gara-gara titik air langit
rapi terselip antar kata dengan bermacam makna
tujuhbelas menu tersaji di meja saji 17
hujan makin sering mengetuk jendela kalbu
saat menunggu berita yang tak tentu
tentang saat-saat harus ada pertemuan
pesan petuah ceramah tersimpan dalam larik
virus bengis itu tidak berujung tujuhbelas
rasa aneh bicara tentang hujan di kotak mungil
hanya perlu dua ratus huruf membacamu
membaca berita sihirmu
menterjemahkan rasa cintamu pada bumi
penanda dan petanda yang tak lelah disiasati
tujuhbelas diksi memakknai tujuhbelas rinaimu
tak heran jika penyair selalu memujamu
menyimpanmu dalam birahinya
membuka lembaran museum purba titik air
menentukan arah musim petani bertanam
maka hujan senantiasa memberi tanda
segalanya usai di titik tujuhbelas
Kissimmee, FL 2021
3.
17
Entah apa mistrinya?
angka 17,
aku tahu, turunnya Al-Quran 17 Ramadan,
sedikit terselit di dalamnya
17 kali sujudmu setiap hari kerana kalian mendekati Allah Subhanahuwataala,
(sekali imbas terpacul tanda tanya,
tempahan “Meja 17”
mengapa dr.irwan memilih angka ini?)
Dan betapa pula
MH17 yang berkecai
Saat berlepas dari Amsterdam
17 Julai,
Angkara siapa?
Baca 17 ayat AT-TARIQ,*
Allah memberi amaran
perihal agenda jahat
akan menerima balasan.
Mokhtar Rahman.
Alor Setar, 19 Julai 2014
* ayat 15: Sungguh, mereka (orang kafir)
merencana tipu daya yang jahat
ayat 16: dan aku pun membuat rencana
(tipu daya) yang jitu
ayat 17: kerana itu berilah penangguhan
kepada orang-orang kafir. Berilah
mereka kesempatan untuk
sementara waktu.
4.
SEWAKTU KITA 17
(Kepada Isteri)
Seringkali, di bangku batu
menguis-nguis daun gugur
waktu itu, lantana jadi harum
dikirim angin perbukitan
melewati tanah perkuburan.
Dalam ketegunan kata-kata
dibiarkan masa mencair
dari lirikan mata bundar
hingga senja menghentak
tumitnya ke lantai waktu.
Kita teruskan perjalanan
dalam labirin ketidakapaan
tanpa memikir kesudahan
tanpa perlu rasa bimbang,
ribuan senja mendatang.
Simpang Ampat, Pulau Pinang, 28 Julai 2021.
#ibnudinassingkiri
5.

DEDAUN HAYAT
Nun
jua lihatlah
di sana dedaunan hayat
di situ layu gugur satu satu kira
di sini olehmu akan jumlahnya
pucuk bukan semata hanya
longlai tujuh belas
relai helaian
……….. malah beribu belas
menyapu air mata
belas
dedaun
hijau jingga emas ungu
bersatu dalam diam bahana gara corona
mutasi varian delta lambda
wangi kelopak
kemboja putih
temani
nesan
batu
kaku
bisu
dan esok dedaun hayat gugur lagi tika embun pagi sirna
dipanah mentari siang menitip duka berulang-ulang mengurung
dalam jeriji kersani karma
lalu termangu berteleku menulis karya di restoran
@Meja 17 saban hari dalam
diari doa
PARIDAH ISHAK
Desa Melor Serendah
28/7/021
6.
DI SIMPANG 17
Kauacukan kisah cinta di Simpang 17
emosiku tenggelam ke dasar sirah
kisah cinta tanah pusaka
di lobi generasi gelabah
hasilnya hanya resah gelisah
menghilangkan cinta keluarga
berbahagia skala.
Kauacukan cinta pusaka di Simpang 17
pusaka hilang disambar dagang
untung rakus berganda
yang duduk di Simpang 17 terus luka
mengharap ihsan keluarga.
Nukilan
Jolatif
28 Julai 2021
Brunei Darussalam
7.
GENERASI 317
Kami generasi 317
Anak-anak matahari
Yang diwisuda dengan doa-doa tulus murni tanah jauhari
Berpasang ribu mata
Menjadi saksi, kami dilepas untuk mengabdi
Untuk meneragi kamar-kamar syukur
Biar semakin berpijar
Kami generasi 317
Mengabdi, mengakar ke bumi
Doa-doa kami bergema, mengecup langit
Merantau, kami tak lupa jalan pulang
Tak lupa kampung halaman
Tempat segala cinta dan doa-doa bermula
Moh. Ghufron Cholid
Torjunan, 29 Juli 2021
Biodata Penulis
Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, Karya-karyanya tersebar di berbagai media seperti Mingguan Malaysia, New Sabah Times, Mingguan Wanita Malaysia, Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Tunas Cipta, Daily Ekspres, Utusan Malaysia, Bali Post, Radar Surabaya, Radar Bekasi, Radar Madura, Koran Madura, Denpos, Tanjung Pinang Pos, Majalah Horison, Majalah SABILI, Majalah QA, Majalah QALAM dll buku puisinya Kamar Hati (Shell-Jagat Tempurung, 2012), Menemukan Allah (Pena House, 2016), Surga yang Dilahirkan (FAM Publishing, 2019), Bekal Termahal Seorang Istri (FAM Publishing, 2019). Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura. HP 087850742323
BTN Cabang Bangkalan nomer rekening 0002801580057814 atas nama Moh. Gufron, S.Sos.I
8.
Mengharap Petir Menyambar 17 Kali
Di sana mereka bersidang
golongan petualang dipilih orang
juga terhormat mengelek jawatan
ramai cendekiawan songsang
berlagak pahlawan kuasai gelanggang
ternyata jalang bukan pahlawan.
Gagah lidah memuntahkan cadang
berbicara soal orang malang
berbincang tentang kemajuan
berbahas isu harga makanan
bersoal pangkat dan jawatan
berpesan wajib utamakan jalanan
bersorak tak ketahuan … kononnya.
Canang gendang pun sepi
hilang bak cahaya petir
yang berbincang terus senang
rakyat terus tersakiti
musim-musim derita berulang lagi …
tolonglah, petir! Halakan sinar itu ke sasaran
menyambar petualang yang kononnya bersidang
jangan hanya sekali … molek kiranya 17 kali.
Putraery Ussin – 25 Julai 2021
… orang bergelagat monyet di kandang parlimen.
9.
SETIAP KALI 17 NOVEMBER
Oleh: Sujata Wee
Ketika gerimis berselang seli dengan hujan yang deras
air melimpah tebing dan dataran membasah
daku membuka mata mengenali semesta
kata ibu inilah bayi terkecil yang pernah dimilikinya.
Bibir yang mungil serta petah berkata-kata
jari-jemari seronok melakar impian
palitan warna warni hasrat dan keinginan
berpilin antara suka duka rencam kesukaran.
Setiap kali munculnya 17 November
bergugus ucapan mekar teman-teman dan saudara
tarikh keramat tidak mungkin akan pernah lupa
seorang pencinta alam merajut
mimpi hingga ke cakerawala.
Akan kubungkus cermat semua kenangan
kuanjakkan ke puncak gemilang
kerana kusedar tentang tiada yang berkekalan
bagai patera yang kian berubah kekuningan
terbang melayang-layang terbuai sepoinya angin masa
terlucut dari pegangan dahan kehidupan
selama ini begitu kukuh dalam dakapan
sekian lama meneduhkan juga merimbun
kini saatnya dia kembali pada abadi.
17 November akan selalu menginsafkan
bagai patera begitulah ceritera
yang kini kugambarkan.
10.
CITRA 17
Sekuntum haiku
gubahan 17 suku kata
batangnya kigo
kelopaknya yoo in
daunnya kireji
indah dilarik
aksaranya tepat
lazat dinikmati jika digemari
seperti menghirup secangkir kopi
asyik meneguk tanpa suara.
Sekuntum haiku
imejnya flora dan fauna
merias wajah untuk dicitra.
CT NURZA
Malaysia
11.
DARI KECIL HIDUPKU SUSAH
Dari kecil hidupku susah
aku diasuh berdikari
menanak nasi
menjerang air
menyapu lantai
melipat kain
mengemas rumah
dari kecil hidupku susah
aku dididik kesantunan kendiri
menghormati ibubapa
menghormati orang dewasa
menghormati abang dan kakak
dari kecil hidupku susah
aku dilatih peraturan hidup
aku dilatih bersembahyang
aku dilatih menjaga aib
aku dilatih bertingkah sopan
dari kecil aku hidup susah
aku mencari aku di dalam aku
pada usia tujuh belas tahun
aku menemui cinta.
Karya:
OUI BIN SAL,
Lot 1239-B,Kg.Belimbing,
17500 Tanah Merah,
Kelantan.
Hp: 011-40288865
Emel: ouibinsal@gmail.com
12.
Isbedy Stiawan ZS
Setelah Halaman ke 17 Itu
setelah halaman ke 17 itu
akan kumasuki bilikmu
yang tansah terbuka
tak terkunci, tiada pula tirai
aku bisa melihat ke luar
kalian lihatku tanpa halang
seperti anak tangga, kititi
tiap undakan. dari satu
menuju ke undakan terakhir
— ya 17 itu tambah angka
lain — agar cahaya setiba
di bilikmu. yang sunyi,
yang hanya percakapan
begitu intim. kubaca
suratsuratmu, kujadikan
teman di sini. dalam bilik
hanya ada aku + kau
“mataku silau
karena tatapanmu!”
akan kumasuki bilikmu
setelah melewati undakan
terakhir — lembar ke 17 ini —
dengan susah berpeluh
dengan cinta gundah
“sesungguhnya aku mencintaimu
bukan ingin menguasaimu.”
kubaca ayatayat itu di setiap
lembar surat yang kuterima
sudah lama sekali
setelah lembatlembar itu
— ditambah halaman lainnya —
aku pun tak bisa lagi melangkah
kecuali bertekuk di bilikmu
“aku mesti sujud, kuciumi…”
aku telah sampai
Lampung, Juni-Juli 2021
Isbedy Stiawan ZS, lahir dan besar di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini ia menetap di ibukota Provinsi Lampung tersebut. Ia menulis puisi, cerpen, esai, dan karya jurnalistik. Pemenang 5 besar buku puisi di Majalah Tempo dan Badan Bahasa Kemendikbud RI (2020) itu, pada 2021 telah menerbitkan buku puisi Kau Kekasih Aku Kelasi, Masih Ada Jalan Lain Menuju Rumahmu, dan Secangkir Kopi di Meja Kedai diterbitkan Siger Publisher. Lalu satu kumpulan puisi yang akan diterbitkan Basabasi Yogyakarta, Buku Tipis untuk Kematian. Isbedy bisa dihubungi di email isbedys@yahoo.com dan HP/WA 0821 7852 2158.
13.
Matang
Karya: Muhammad Lutfi
Pada usia kita telah menjamah 17
Engkau dan aku telah bertumbuh
Seperti dedaunan surga dan buahnya
Kita telah menambah angka-angka
Hingga menjadi berakal, baligh, sadar, belajar, dan berumur
Seperti suatu waktu dalam ruang
Engkau dan aku telah menjadi anak, remaja, berjalan, berlari
Dan kini, sudah saatnya cari nafkah dan kiblat keimanan kita pada tauhid.
2021
Biodata
Muhammad Lutfi lahir di Pati pada tanggal 15 Oktober 1997. Penyuka sastra dan budaya.
14.
Menggenggam 17
Karya: Marwanto
kubuka dunia
dengan angka 17
di bulan 3 tahun 1972
diiringi lantunan doa-doa
mengecup ikhlas
bersama ayah bunda
yang teramat sederhana
dalam pelukan alam desa
di situ aku berpijak
untuk kemudian beranjak
setapak demi setapak
kujelajahi alam raya
dengan segala isinya
dengan aneka dinamika
kelak aku dewasa
sadar seutuh jiwa raga
berdiri di sebuah bangsa
negeri khatulistiwa
yang memekik merdeka
pada tanggal 17
negeriku bebas, bergegas
melapangkan cita
menembus cakrawala
tanah air beta
tanah tumpah darah
Indonesia yang gagah
Indonesia gemah ripah
tapi negeriku tak sendiri
ada tetangga kanan kiri
Asean wadah itu dinamai
mereka saling berbagi
menguatkan teritori
menjadi bagian dari Asia
dan empat benua lainnya
mengisi semesta
keagungan ciptaan-Nya
dan…
dalam rangkulan semesta
kami hidup berdampingan
dengan bahasa yang beragam
kulit putih atau legam
tak jadi persoalan
agama tak harus seragam
boleh beda keyakinan
tapi tuhan tetap satu jua
yang bersemayam
di hati dan pikiran
di tengah semua itu
izinkan aku
bersama seluruh umat
tak hanya di Asean
tapi di seluruh jagad
untuk bersyahadat
pada Allah dan Muhammad
lalu tak pernah kendat
menggemggam 17 rakaat
sambil terus mendendangkan
keindahan ayat-ayat
yang turun di tanggal 17
bagai guyuran hujan deras
merahmati seluruh alam luas
dan kini,
saat dunia kian renta
wabah melanda di mana-mana
demi meraih selamat
selamat dunia dan akhirat
genggamlah erat-erat
17 rakaat
hingga waktu tak terbatas
jangan sampai lepas
apalagi terhempas
dari sujud 17
sebaliknya,
justru harus meningkat
tambahlah dengan yang sunat
agar jarak dengan-Nya
kian dekat, tanpa sekat
genggamlah erat-erat
17 rakaat
hingga kita mangkat
hingga dunia kiamat
Wisma_Aksara, 2021
Marwanto, lahir pada tanggal 17 Maret 1972 di Yogyakarta Indonesia. Menulis puisi cerpen dan esai yang dimuat sejumlah media cetak dan online baik lokal maupun nasional. Menggiatkan aktivitas sastra dan literasi bersama komunitas Lumbung Aksara (2006 – sekarang), mengetuai Forum Sastra dan Teater (2015 – sekarang), serta membina komunitas Sastra-Ku (2019 – sekarang). Buku hasil karyanya: Kado Kemenangan (cerpen, 2016), Demokrasi Kerumunan (esai 2018), Byar; Membaca Tanda Menulis Budaya (esai, 2019), Hujan Telah Jadi Logam (cerpen, 2019), dan Menaksir Waktu (puisi, 2021). Karyanya juga tersiar di sekitar 40 buku antologi bersama. Puisinya yang berjudul “Celengan Jago Warisan Ibu” meraih juara pertama even Pekan Literasi Bank Indonesia 2020. Selain menulis, ia juga menjadi redaktur laman Sastra-Ku.
15.
17 Warna Bianglala Kata
Karya : Sriwati Binti Haji Labot
Pada tujuh warna bianglala
kutambah sepuluh kata
demi menyatakan cinta.
‘Selepas renjisan hujan
Kaulukis majas kebesaran
di langit makna yang tidak bertepian.
Kaujalurkan warna kiasan
dengan cahaya telepati janji
yang indah menyelinap ke hati.
Kaurentangkan jambatan idaman
ke bulan dan bintang yang bertaburan
dari Qalam suci sebagai pedoman.
Allahu Akbar’.
Simanggang.
16.
SEMESTA 17
Dimas Indiana Senja
1/
di meja 17, seorang cerdik pandai menghitung usia bumi
peristiwa-peristiwa yang berkelindan dicatatnya dalam ingatan
semacam risalah yang disebar ke seluruh penjuru
tanda kasih bagi jumpa yang tertunda waktu
sebab kalender terus mencatatkan kisah demi kisah
2/
di rakaat 17, seorang hamba sahaya mencium kening bumi
meletakkan segala gundah dan resah kehidupan
berharap ada cahaya dari langit menjelma sayap malaikat
mengetuk pintu doa yang senantiasa ditengadahkan
hingga segala kecamuk dalam dada menjelma pasrah
3/
di angka 17, seorang pengembara membaca arah angin
lelaku sakral menjadi upacara menerjemah tanda
dari gerak bintang gemintang dan asin udara
dan lajur garis tangan di hari yang kian menua
menguak misteri bagi muasal perjalanan ke entah
4/
di usia 17, seorang anak beranjak dari gendongan ibunya
langkah gontai menjadi penanda ia telah siap berjalan
menyusuri rimba dan menerka misteri dunia
sebab semesta telah menjelma sebuah kitab pusaka
dan kelak menjadi tongkat petunjuk segala langkah
5/
di MH17, ada pesan alam yang belum genap terbaca
sebab kehidupan dan kematian serupa pintu
gerbang bagi lambaian tangan dan isak haru
batas keberangkatan sekaligus kepulangan abadi
perjalanan panjang menuju surga yang indah
6/
di hari 17, bulan suci adalah rumah bagi kebahagiaan
sebab telunjuk tuhan diturunkan perlahan
sebagai peta bagi jejak perjalanan manusia
serupa cahaya bagi gelap sejarah dan peradaban
ayat-ayat sajadah, tempat sujud paling berserah
Halaman Indonesia, 2021.
KEPUTUSAN
16 sajak yang kami terima untuk sayembara ESVA-17 adalah baik-baik belaka. Hakim mendapati sukar untuk membuat keputusan. Setelah diteliti sebaik-baiknya, hakim memutuskan seperti yang berikut:
Ke-1 (RM100): Sajak No. 16. Dimas Indiana Senja. “Semesta 17”. (PAID to Rois 9.08.2021).
Ke-2 (RM70): Sajak No. 8: Putraery Ussin. ” Mengharap Petir Menyambar 17 Kali “. (PAID)
Ke-3 (RM50): Sajak No. 5. Paridah Ishak. “Dedaun Hayat”. (PAID)
TAMAT.