Di luar tembok istana
suara kami telah setegak tiang gantungan,
karena kelaparan tidak dapat dicukupi
dengan omongan menteri keuangan
yang wara-wiri di acara talkshow.
Bahasa statistik, bahasa hutang piutang,
dan investasi tidak kami mengerti.
Cerita di luar kepentingan negara
yang dibalut dalam nuansa kenegaraan
semacam tutorial memelihara kucing
telah kami sorongkan jauh dari kepala kami
jauh dari kepala anjing di hutan kami
yang selalu dibakar.

Kosa-kata dari mulut politikus
yang amburadul membuat kami takut
karena selalu menegaskan ketidaktegasan
memastikan ketidakpastian.
Presiden, tidak lahir dari rahim batu
tiba-tiba memenangkan Pemilu.
Tetapi barangkali ada semacam pertolongan
untuk merdeka dari kontrak politik,
memalingkan wajah dari rungut balas budi.
Lalu kami bersamamu. Menjadi deru.
Menggemuruhi mimpi kebangsaan;
merengkuh gairah pulau-pulau
seperti gema abadi untuk semua ombak.

Sembari kita berjoget menembusi lorong
kita kentuti nalar surat kabar.
Politik citra sudah kelewat bahaya.
Tendangi saja pantat sapi-sapi
yang mengguruimu jadi peragu.
Kemuliaan presiden tidak seperti kemuliaan
tuan tanah kepada budak jahiliyah.
Negara adalah rumah
dan para penghuninya.
Presiden adalah pengolah tanah kebun
pemasok pangan dan sandang.
Kandangi saja babi-babi tamak
yang tak peduli mana daging,
mana rumput, mana kulit,
dan mana kotoran itu.
Mereka yang tidak pernah bertanya
kepada rakyat untuk urusan rakyat
tidak boleh terus nyeruduk di depanmu.

Presiden, kini waktunya menghirup
kegelapan tanah rendah pemukiman Jakarta;
mereka yang kalah judi dengan nasib
perkotaan yang tak kenal sanak saudara
telah lama menunggumu.
Kita seka muka tanah Papua
yang memendam luka dan dendam,
karena tanah mereka direbut
di bawah bendera kedaulatan negara.
Kita rawat bunga karang laut Aceh.
O bukan sekadar tsunami; laut rob itu
tapi pasukan kemerdekaan rakyat
Aceh Darussalam dan gonjang-ganjing ganja
yang tak juga beres maksud
batas hukumnya. Itu juga samudera
yang harus kita selami
hingga ke kedalaman.

Presiden, bersamailah kami,
maka kami bersamamu.
Menjadi gemuruh kita di antara kapal diembus angin
dan anak-anak berenang di seberang pulau.
Presiden, kita menjadi angin kemerdekaan
yang berembus lalu menjadi tawa anak-anak berenang.
Ahai, apa yang paling menggembirakanmu
selain embus angin kemerdekaan dan celoteh
tanpa beban dari mulut anak-anak?
Apakah yang lebih menggembirakan
selain menjadi gemuruh ombak samudera kebangsaan?
Kita lalu menjadi angin mendesir di muka air
menjadi air ngalir ke sumur-sumur
ke kerongkongan; ke tubuh segenap rakyat Indonesia.

Presiden! Presiden! Kami mencintaimu!
Lagu koplo ini untukmu. Izinkan kami bergoyang.
Bergoyang.

NOTA. Musik koplo, atau dikenal juga dangdut koplo, sebuah sub aliran dalam musik dangdut. Tempo cepat dengan nuansa yang lebih ramai, yang memaksa pendengarnya berjoget/bergoyang walau lagu sedih.

Oleh:

Muhammad Rois Rinaldi.
Catatan Tanah Air 2014-2024.

TAMAT.