Oleh: Muhammad Lutfi

TULISAN KLISE BUAT
SEORANG ANAK PENGEMIS
DI SEBUAH PASAR RAYA

pada wajah; berhabukan renungan kosong memedih mata. mereka melihat bekas-bekas derita mereka diusung sehingga letih, berciciran pada lorong-lorong kosong penuh klise berserakan di mana-mana. lalu dihimpunnya untuk diusung sendiri sehingga letih

tak diperduli.

benarkah, derita adalah hadiah
yang menghimpun beribu-ribu bekas belas kasihan pada hari jadi nanti (ada terisi, ada yang terlihat namun selebihnya dibiarkan saja tersembunyi)

dilimpahi jampi-mimpi air mata?

Ghazali Sulong
7 Februari 2021

Membaca puisi penyair tersebut, terlihat jelas semangat pembelaan. Semangat memperjuangkan penggambaran manusia yang tercampak dari kehidupan melalui puisi. Puisi tersebut terdiri dari 4 bait. Bait pertama terdiri dari 6 baris,bait kedua terdiri atas 1 baris, bait ketiga terdiri dari 5 baris, bait keempat terdiri dari 1 baris.
Pada bait pertama puisi tersebut, menggambarkan sebuah makna tentang sebuah derita yang bertumpuk dan tidak sanggup dia pikul. Sebuah derita yang menambah beban dan derita hidup.
Pada bait kedua, penyair merasa tak acuh. Penyair sudah tidak peduli dengan semua kepedihan dan penderitaan tersebut.
Pada bait ketiga, penyair masih memiliki harapan, bahwa derita adalah suatu ujian atau cobaan untuk menghapus dosa-dosa manusia. Manusia tidak dapat mengerti bahwa pahala dan belas kasih tuhan itu bersifat ghaib atau tersembunyi. Sehingga penyair tetap memiliki harapan pada penderitaan yang dia lalui untuk menghapus segala dosa-dosa.
Pada bait keempat, penyair membaca doa-doa dengan meneteskan air mata. Penyair memiliki harapan yang besar dan kuat pada doa-doa yang dia panjatkan untuk meringankan beban derita yang dia tanggung.
Pada intinya, puisi tersebut dapat dimaknai sebagai sebuah ungkapan dan doa penyair dengan sedih dan haru agar beban derita dan dosa yang merasa dia miliki dapat diampuni.

NOTA. Di ulasan tersebut saya pakai kata dia memiliki makna ambigu. Dia sebagai penyair yang menuliskan dan meneteskan air mata karena merasakan penderitaan orang lain. Dan ‘dia’ sebagai orang kedua, yaitu yang coba digambarkan oleh penyair.

Oleh:

MUHAMMAD LUTFI.
Pati, 8 februari 2021
11.32.

TAMAT.