SENYUM DAN PUISI

KUMPULAN PUISI

ISBEDY STIAWAN ZS

BIODATA PENULIS

ISBEDY STIAWAN ZS lahir di Tanjungkarang, Lampung, pada 5 Juni 1958. Ia menulis puisi, cerpen, eaai, dan karya juranlistik. Karya-karyanya disiarkan sejumlah media Jakarya dan daersh di Indonesia dan masuk sejumlah antologi bersama di Tanah Air dan mancanegara. Media massa tang telah menuat karyanya seperti Kompas, Jawa Pos, Republika, Media Indonesia, Horison, Nova, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Padang Ekspres, Haluan, Tanjujgpinang Pos, dan lain-lain.

Buku puisi terbarunya Kini Aku Sudah Jadi Batu! (Siger Publisher, 2020) masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbus RI tahun 2020, Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua, Tausiyaj Ibu (keduanya diterbitkan Siger Publisher, 2020), dan kupulan cerpen Aku Betina Kau Perempuan (Penerbit Basabasi, Yogyakarta, 2020).

PUISI

SENARAI JUDUL:
(1) Tentang Namanama. (2) Sungai Dalam Kepalaku. (3) Senyum Dan Puisi. (4) Tahu Di Mana Singgah. (5) Di Sini Tidak Ada Salju. (6) Aku Patung Di Ruang Tamu. (7) Saata Kota Kuyup. (8) Aku Makin Ingin Menepi. (9) Ingin Menggandengmu. (10) Jarimu Bubuhi Tanda Di Dadaku. (11) Lalu Memanggilku: Rindu Rindu… (12) Terlalu Malam.

  1. TENTANG NAMANAMA

disebutnya namanama
ia pun dalam hitungan
masuk barisan pencari
matahari, bulan-bintang
juga laut, gunung, dan hutan

lalu menetap di namanama

kau mau sebut ia siapa?
ia adalah pejalan, namun
tak pernah hapal tanda
hanya bekesiur di antara
sejuta nama yang disapa

di lembarlembar bukunya

dari adam, hawa, mariam,
isa, muhammad, elisabhet,
shakeaspeare, hingga pada
namamu: si tampan….

(kau jadi bagian pula di sana)

sementara tanganmu layu
matamu tak bersinar

kepalamu….

Lampung 2020

Isbedy Stiawan ZS

2. SUNGAI DALAM KEPALAKU

sebuah sungai dalam kepalaku
malam datang dan minta dipeluk
aku kehilangan warna, selain ingin
mencumbu gelapgelap

yang juga ketakutan jika aku menjauh
ke hulu; tempat para ibu menjual ikan
asap. terbayang ibu di ruang makan
dan berserak piring sendok…

aku memasuki tubuh sungai. satu tangan
hendak menarikku makin dalam. di dalam
kepalaku mengalir air jernih. ikanikan
menari di mataku. kaukah itu merayuku

untuk berenang?
seperti ikanikan
sebelum dimakamkan

Lampung 2020

Isbedy Stiawan ZS

3. SENYUM DAN PUISI

ini senyumku
simpan puisiku

jika kau masuk
pada senyumku
puisi akan memberimu
kecupan syahdu

di dalam puisiku
langit cerah
wajahku matahari

pada setiap senyumku

2020

Isbedy Stiawan ZS

4. TAHU DI MANA SINGGAH

kepada senja kau titipkan bungabunga
dari matahari yang kini mulai tua
pandangnya kian kuyu. tiada lagi gairah
pepohon di tubuhmu

kau juga mulai melepas beban, menambatkan
di sebongkah batu. sebelum kau benarbenar
menjauhi air itu. sebelum kau jejakkan kaki
di tanah — dulu kau tanam kenangan, kelak
kau makamkan tubuh — yang membawa makin
jauh dari rumah

sebagai orang yang tahu kelak di mana singgah
itulah jeda!

2020

Isbedy Stiawan ZS

5. DI SINI TIDAK ADA SALJU

di sini tidak ada salju

berjalanlah ia ke barat
dari mataku yang terpejam
dan ia paham kepada siapa
ditambatkan temali kapal
atau dia gugurkan sayapsayapnya

: kepada siapa ia mesti rebah

di sini memang tak ada salju,
ia melangkah ke arah barat
dari mataku yang kerap terpejam
dilupakan segala persinggahan,
pelangi yang menggoda, dan angin
selalu datang bersama dendang

: tapi ia mau salju dan perjalanan

di mana ia nanti melabuhkan

Lampung 2020

Isbedy Stiawan ZS

6. AKU PATUNG DI RUANG TAMU

aku batu yang kau bawa dari sungai
dekat bukit itu. aku kokoh. lalu
di samping rumahmu, aku ditatah
dan kau belahbelah

jadilah patung! jadi hiasan ruang tamu,
kau biarkan waktu membuatku abadi;
aku tak bercakapcakap, namun kedua
mataku tak henti menatap

kau pergi dan pulang. tertawa riang
atau seselali berang, dan duka. kau
ingin aku diam di sudut ruang ini
menyaksikan tiap suara langkahku
tapi, katamu, usah rekam polahku

aku benarbenar patung
tak kau siapkan bibirku yang berdegup
tak kau buat hati agar aku tak mencintai
maupun membencimu

ke mana kau pergi
aku berdiri di sudut ruang ini

mungkin jika takdir aku dihidupkan
kau akan kembali mematikan

: seorang patung tak baik menasihati

Lampung, 29-30 Oktober 2020

Isbedy Stiawan ZS

7. SAAT KOTA KUYUP

di punggung bukit itu
hujan tak juga reda
kota di sana kuyup
: aku masih bersamamu,
ingin menyimpan kisah
kelak aku baca lagi
bersama
— kita ringkih mengejanya
saat huruphurup itu rapuh

di dekat pembatas antara jurang
dan keabadian, kulihat kau amat
ragu. ingin berpeluk ketat atau
kembali ke kaki sang pemuja

yang diamdiam menginginkan
kita jatuh dalam basah. tubuh
bagai bulu burung yang kuncup
tak ada lagi mau mengecup

“apa nikmatnya berciuman
kalau tubuh ini tak kemarau?” tanyamu

aku makin ke bibir bukit. menyaksikan
kota basah, butiran mutiara
memercik mataku. di keningmu masih
tersisa kecupan

“tapi jangan ulangi lagi, sesaat aku
akan lelap. jauh dari pelukanmu,” pintamu

aku dirikan tenda
untuk yang mau jeda

29-30 Okt 2020

Isbedy Stiawan ZS

8. AKU MAKIN INGIN MENEPI

aku menepi!
gelombang orang begitu riuh
menusuk telingaku,
tubuhku lembut dijilati

tapi, aku ingin sunyi

kawanku laron yang berkunjung
sebelum sayapsayapnya putung
matanya menatapku senyap

dan aku makin ingin menepi!

berdiri di antara persimpangan
mana kupilih: hening atau riuh

Digger 29 Oktober 2020

Isbedy Stiawan ZS

9. INGIN MENGGANDENGMU

setelah kafe, kolam renang,
kau mau mengajakku ke pantai
atau pegunungan?

aku ingin menggandengmu menyusuri
taman cemara sebelum tiba di kaki
gunung; kau akan mendekatiku
membunuh dingin dan ketakutan
tersasar. “pegangi tanganku, jika
aku akan jatuh dari tebing itu,” katamu

kubisikkan padamu, kupeluk tubuhmu
jika ingin tergelincir. apa kau sedia?

setiap pegunungan membuka pintu
cinta, kasih, juga khianat!

2020

Isbedy Stiawan ZS

10. JARIMU BUBUHI TANDA DI DADAKU

jemari ibu darimu membubuhi tanda
di dadaku. apakah itu pelangi untuk
pertemuan? bidadari yang kutunggu
di dekat sumur biasa mandi, kini
berpendarpendar cahaya senja. dari
wajahmu

lupakan masa silam saat kau kehilangan selendang,
lelaki kurang ajar itu telah kukerangkeng
di batang pohon besar nan rindang itu; ia akan
kelaparan meski tak kehausan dan sengat
matahari

kini aku untukmu
bukan mencuri selendang
: hatimu berbungabunga

281020

Isbedy Stiawan ZS

11. LALU MEMANGGILKU: RINDU RINDU…

kau salahkan aku. selalu, kau
panggilpanggil rindu. tapi ketika
aku menjemput kau segera pergi
: jauh ke balik rimba yang tak bisa
kukejar petamu

apakah karena rindu, kau mengadu padaku
dan saat kau beramai dan bersama keriangan,
kausimpan aku dalam buku masa lalu;
padahal aku, si rindu, yang memburumu dan
menghantuimu agar kau tetap sunyi

lalu memanggilku:
“rindu rindu….”

GPSL, 27 Oktober 2020

Isbedy Stiawan ZS

12. TERLALU MALAM

kau salahkan aku. selalu, kau
panggilpanggil rindu. tapi ketika
aku menjemput kau segera pergi
: jauh ke balik rimba yang tak bisa
kukejar petamu

apakah karena rindu, kau mengadu padaku
dan saat kau beramai dan bersama keriangan,
kausimpan aku dalam buku masa lalu;
padahal aku, si rindu, yang memburumu dan
menghantuimu agar kau tetap sunyi

lalu memanggilku:
“rindu rindu….”

GPSL, 27 Oktober 2020.

TAMAT.