BURUNG-BURUNG

Kumpulan Puisi
Isbedy ZS
BIODATA PENULIS

Isbedy Stiawan ZS,lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublisakan di pelbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain.
Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020) dan Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia.
PUISI
SENARAI JUDUL:
(1) Jalan Lengang. (2) Bagaikan Layang-layang. (3) Pagi Kelam. (4) Bayang. (5) Ibu. (6) Tak Ada Khabar Pagi Ini. (7) Ingin Berita Lain. (8) Pengantar Pesan. (9) Burung Mengajarkan Jalan. (10) Pada Kematian.
(11) Di Mana Burung Bersarang. (12) Di Sini Tiada Lagi Pintu. (13) Aku Burung. (14) Dinda. (15) Jalan. (16) Pada Akhirnya. (17) Dalam Genggaman. (18) Belajar Dari Burung. (19) Tuhan. (20) Diksi.
(21) Datang. (22) Dengan Senyap. (23) Siapa Suruh. (24) Bahasa Burung. (25) Tanpa Garis. (26) Pohon Menuju Surga. (27) Jalan Ke Dalam Diri. (28) Bunga. (29) Anggur Dan Susu. (30) Pejam.
(31) Sampai Padamu. (32) Tiga Ekor Burung Tiga Kuncup Melati.
/1/ Jalan Lengang
masih terbayang jalan lengang saat itu. hanya segerombolan berkendara malam. mata kuyu namun gelombang di tubuh membawa laut ke pantai
lalu melempar kembali ke tengah. tanpa gemuruh, sesungguhnya tiada gaduh. tibatiba saja petaka datang, tak terduga — tak terbilang —
terdengar aum senapan mengoyak sepi pagi. matahari masih malas
turun dari pembaringan; masih asyik bercumbu dengan bulan. bintang
mengintip, serupa bocah yang malu harus menyaksikan film biru
— katamu, bluefilm. kataku porno, kata si remaja: bokep —
tapi apakah penembakan di pagi buta dan melempar enam nyawa ke langit,
sebuah kisah porno? diperkenankan hanya kau menceritakan
aku ragu enam napas yang melayanglayang itu, nyawa burung malam: ditembak
para pengejar cinta. atau, enam ekor anjing kampung yang selalu mengusik tidur dan pula diyakini najis; lalu mesti mati di tangan para pemburu. agar
cinta tanpa saing. hidup merasa kekal. seakan…
8-9 Desember 2020
/2/ Bagaikan Layanglayang
tanah laut udara
dan nyawa yang
melayang bagaikan
layanglayang
milik siapa?
*
salam pada malam
salamku bagi bayang
yang memanjang
di belakangku bulan
di depanku ada engkau
yang terbujur hitam
/3/ Pagi Kelam
aku coba masuk mesin pencarian
di tubuh mbah google; satu kunci
apa katamu saat enam ekor ayam
milikmu mati dipanah para hansip?
datang padaku bukan ucapanmu
aku lupa, di mana kau kini
tak tahu enam ekor burung
mati dipanah pada pagi kelam
/4/ Bayang
bukan dirimu buatku selalu menanti
tapi bayangmu memanjang di bumi
karena matahari. akan kujaga dari
tembakan pemburu,
kau terbujur tanpa tahu
dari tangan siapa?
/5/ Ibu
ibu,
aku meminjam sayapmu pada malam itu
saat kau tahajud di kamar warna remang
aku harap dengan malam dan fajarmu
setiap langkah kuayun akan selalu menujumu;
surga yang terlihat sejak di telapakmu
kelak akan membawaku ke rumah adam
ibu,
jika aku tak lagi menemuimu untuk rebah
mencium pangkuanmu, sudah kuhapal
suratsurat yang kaubacakan setiap aku
hendak tidur — kau dongengkan tentang
kebaikan maupun marwah yang mesti
dijaga habishabisan, sebab, katamu ibu,
di bumi tak kuasa menjaga apalagi di surga
kini ibu,
izinkan aku mendahaluimu ke surga
aku sudah meminjam sayapmu
sudah kubaca suratsuratmu
aku, anak lanangmu
yang pergi di pagi buta itu
dan tak sempat mengembalikan
sayapmu, lupa meletakkan
kembali suratmu
anak lanangmu
yang mati di jalan lengang
kala malam yang beruban
2020
/6/ Tak Ada Kabar Pagi Ini
tak ada kabar pagi ini
selain cerita kematian
kemarin dan kemarin lagi
:
enam burung lepas terbang
menuju langit, dan kelak
akan kembali menjadi ababil
di paruhnya batubatu api
menghunjami bumi
:
seorang guru berjalan dari
sepi ke sunyi. menuju tempat
tersunyi. sebagai tanah liat
pulang pada cahaya taman
:
dan aku belum pula beranjak
dari kursi depan jendela rumah
daundaun di halaman basah
seusai junub fajar tadi
“ini desember musim hujan,
kekasih…”
tapi, orangorang telah siap
mengguyur tubuhku seluruh
sungaisungai dingin menungguku
untuk mengalirkan ke kualamu
KA 11 Desember 2020
/7/ Ingin Berita Lain
aku ingin berita lain
pagi ini, seperti burung
bersiul di ranting pohon
melepas butiran embun
dan cinta begitu lembut
bukan letupan kata
atau mulut senjata
basa-basi yang pecah
di halamanhalaman koran
yang juga berapi
aku ingin menciummu
pagi ini, seperti aroma
yang dulu sebelum
kau memburuku
dan aku mengejarmu
— untuk kudekap —
2020
/8/ Pengantar Pesan
burung telah mengantar pesan
gajah berderap masuki kota yang
semakin kelam;
kabar menyebar: orang suci akan dimatikan
rumahrumah ibadah rapat dikunci,
pintu-jendela masih menatap matahari
“Tuhan segala bersemayam!”
burung membawa kabar, kau menerjemahkan
siulnya: enam ranting gugur disapu angin
pagi buta. siapa kira ia akan tumbuh
jadi 60 ribu ranting lalu melahirkan
60 juta pohon untuk lindungi
kita dari panas dan hujan…
2020
/9/ Burung Mengajarkan Jalan
di depan mimbar itu
kulihat tuan berdiri
di tangan kanan kaugenggam
seekor burung
di telapak kirimu peta menuju surga
burung mengajarkan jalan
ke tuju masa kelak
peta terbentang;
di mana surga bagi pemburu?
2019-2020
/10/ Pada Kematian
setiap ada yang mati
orangorang mengirim
gambar
– kenangan hambar?
setiap kenangan
akan mengurai kisah
sendiri, meski tanpa
judul
– kita yang memberi nama
setiap ada yang mati
kucari gambarku sendiri
menemani sunyi
– tiada kata
pada kematianku nanti
adakah gambar, kenangan
yang membuatmu haru
– hari yang sembilu?
Permata Asri, 11 Desember 2020
/11/ Di Mana Burung Bersarang
di mana burung bersarang
di mana sangkar kau gantungkan
rantingranting kukuh lagi
menyerap hujan menikmati
desember untuk mencintai
bulanbulan yang sobek
kalender yang kerontang
aduh! kaulupa mencatat
tanggal di pucuk pohon
sebelum datang burung
untuk mengeram piyik
yang lahir. meski kelak
mati juga ditembaki
pemburu
bermata satu,
hati buta
di jalan sepi
malam tidur
embun tak luruh
oleh cahaya
“di jalan tak ada tanda
(seluruh mata dimatikan)
siapa yang tahu peristiwa
senyap itu? kecuali dari
langit biarpun kelam.”
seperti ingin melupakan
kita tak buat kenangan
tentang kota tanpa sarang
juga burungburung
tak kenal sangkar
sebab ada yang membakar
ada yang bikin gaduh
- di mana burung bersarang
kalau begitu? –
122020
/12/ Di Sini Tiada Lagi Pintu
sesudah kau antar dan aku sampai
pada rumahku lain, batalkan keinginan
pesta itu, wangi setanggi, bendera
di depan rumah. aku sudah pindah
di sini tiada lagi pintu menghadap
matahari, pematang, atau tambak
bahkan bebukit serta rimba. di sini
yang hanya ada keluasan hati
jendela terbuka menatap langit
atau laut luas itu. di sini tak perlu
mata yang mengintip gerak orang
sebab gerak itu telah masuk
dalam batin
jadi urungkan pesta itu
sesudah kau antar dan aku sampai
terbaring di tempat ini; rumahku
yang lain. sudah dibangun sebelum
kurasa asin-manis dan sepah dari
tubuh ibu — dalam rahim sepanjang
bulan demi bulan — akan kutuju
setiap langkah dan kedip mataku
aku sudah hafal mana pesta
dan ke mana aku akan sampai
sekaranglah…
2020
/13/ Aku Burung
aku burung. dadaku tembus peluru
di belakang kepalaku juga berlubang
menuju jidatku. lubang itu bagai
lorong panjang menuju istana
terhampar taman, sungai,
kebunkebun
suatu kelak kau akan tergiur
berkunjung. bahkan, hendak
menetap. aku akan menerbangkanmu
dengan sayapku yang terluka
sayapku akan kukuh oleh doa
2020
/14/ Dinda
dinda, jika merasa tak mampu terbang
maukah kujubahkan sayap burung
yang mati diburu anjing bersenapan
sayapnya bercahaya, kemilau
percikan timah-emas dari puncak gunung
yang dulu sekali jadi sangkar burung
sebelum kau lahir, sebelum aku dicipta
jadi kekasihmu. — tentu setelah adam hawa
dipindahkan ke bumi lalu mengelana
untuk saling mencintai: sesama. bukan
untuk meniadakan — kau akan terbang
dengan sayap itu,
dan burung akan ikhlas, karena hatinya
suci. tiada titik nila, tak ada sekuku
umpat. dari paruhnya hanya zikir
dan selalu fakir
untuk ilmu dan peta
kau akan kuajarkan seperti itu
dinda, jika kau tak mampu terbang
2020
/15/ Jalan
akan kautunjukkan jalan terjal
dan berliku bagiku sebagai pejalan
aku pilih arah itu. bukan jalan
lain agar kakiku tak sobek,
sebab apakah aku bisa menemanimu
hanya menunggu di ruang minuman
anggur dan susu
/16/ Pada Akhirnya
pada akhirnya tanah merah ini
tanah basah yang kau buat
porselin, pot, atau cangkir
jadi pula rumah bagiku
menyelesaikan waktu tersisa
di rumahku ini ada bunga,
lantai licin, dan secangkir
minuman. jika kau bertamu
nanti bersama kujamu
langit hitam jalan lempang
terbaca rumahku dari jauh sekalipun
di depan ada namaku jelas kau baca
tak tertinggal titimangsa kelahiran
dan akhiran; suatu hari yang
selalu ingin dielak, tapi tiada
dapat menampik
seperti tak mungkin kutolak
saat rumahku ini sudah terbangun
pada akhirnya…
2019/2020
/17/ Dalam Genggaman
bahkan di tangan Isa
burung mati kembali
bersiul; kaudengar
tausiyahnya?
setiap yang mati
tak selalu mati
di tanganmu
ia hidup
dalam hati
dalam genggaman
burung itu kembali
mengepak di luar sana
— luasnya bumi —
menggaris namanama
menulis tak terbaca
di tangan Almasih
bahkan burung tak bernyawa
hidup oleh genggaman kasih
dalam genggaman-Nya
ditumbuhkan lagi sayap
bercahayacahaya
kilatnya
akan jadi getar
:
mengetuk pintu
2019/2020
/18/ Belajar dari Burung
lihatlah bagaimana burung
belajar terbang keluar sarang
terjatuh tapi tak menyentuh tanah
belajar dari burung menghargai
sayap; tak pergi dari ranting
sebelum ada kepak, sebelum
sayap dihasi bulu
dari doa, ia terbang
dari ranting, ia pergi
dan pulang sebelum petang
belajar dari burung
paruhnya mematuk
belajar dari burung
tak merajuk
biarpun ranting ditebangi
tak merutuk
walau dadanya
luka oleh pelurumu
lihatlah burung
yang mati oleh tanganmu
kau berdarah, ia berserah
betapa pun ada lubang di dadanya
itu jalan baginya ke swargaloka
/19/ Tuhan
Tuhan, ini pagi
di wajahku tumbuh pohon
bercabang dan ribuan ranting
untuk dia ingin berbincang
di bawah rindang
Kau telah menumbuhkan
dari bijibiji tasbih yang
kurangkai tiap detak
Tuhan,
aku siram pohon
yang tumbuh di wajahku
/20/ Diksi
aku tak punya puisi
untuk kemarin dan ini hari
setiap kata ingin kukawinkan
dengan kata lain, salah satu
menolak. seperti bukan
dari suku yang sama; sukukata
aku tak punya lagi puisi
untuk kemarin dan esok hari
setiap kupilih katakata
selalu disingkirkan berita
yang kubaca sejak cikampek,
pos polisi, hingga istana
diksiku tak berkutik
ditelikung dan dicekik
Tuhan,
beri aku diksi-Mu
agar sampai ke segala hati
membalikkan aum harimau
ke selembut para kekasih
/21/ Datang
kau datang malam ini?
seperti burung saatnya
kembali ke sarang
menyerahkan cintanya
kau malam ini datang?
menyorong wajah di pintu
kabut sehabis hujan
samar di dalam; lengang
aku pun melenggang
12 Desember 2020
/22/ Dengan Sayap
jika sayap masih bisa mengepak
takkan mampu menyangkarkan aku,
kata burung saat dimasukkan
dalam sarang
dengan sayap ini semesta
akan pulang ke dalam diri
dengan siul segala rahasia
secepatnya terbuka
dari alam kembali ke alam
dari sunyi pulang pada sepi
dari sendiri,
bukankah akan sendiri?
kalau ranting sudah patah
apakah tiada tempat lain
untuk menyiulkan batin?
di dunia bebas
kenapa sayap dilarang mengepak?
/23/ Siapa Suruh
bilik kecil itu sudah lama
dibuat untukku, maka
masuklah masuk aku
sebagai terhukum
tapi, salahku apa?
angin tahu ke mana
arah untuk melayarkan perahu
ombak selalu punya kekuatan
untuk sampai ke tepi
dan mengarahkan kapal
menuju bandar demi bandar
tapi, apa salahku?
langkah tahu jalan
pulang atau tualang
tapi mengelak dati batu
agar tidak terjatuh
tapi, kenapa kau jatuhkan aku?
laut selalu menerima
kapalkapal yang berlayar
dari dermaga
mencari pelabuhan lain
tapi, kenapa kaupasung aku?
di keriuhan gelombang
kau bisa jadi berang
karena ingin tiba di pelabuhan
lalu, siapa suruh aku
masuk galangan ini?
siapa suruh
2020
/24/ Bahasa Burung
burung punya bahasa
tapi katakatanya
tak pernah diterima
burung diberi sayap
tapi kepaknya dijaga
burung diberi paruh
ia dilarang memamah
yang jadi haknya
burung punya sarang
tapi diusir dari rumah
mencari hunian lain
burung punya kepak
cuma kenapa kaularang
ia terbang?
burung harus bebas
rumahnya alam luas
tapi kauberi batas?
burung…
/25/ Tanpa Garis
masih adakah burung bertengger di ranting itu
setiap fajar dan tengah malam membangunkan
kita? dengan siulnya sampai pada kita senandung
merdu. mengetuk pintu langit, mengambil batubatu
api. lalu jadi hujan, jadi percikan menghanguskan
pasukan itu luluh melepuh di jalan tanpa garis, hanya
keluasan pandang. kota semerah api, matahari kelam
kisah itu sudah tertulis di bukubuku, namun mata ini
tak mampu mengeja. kita ulang membaca dan hanya
hurufhuruf berimpitan. kita pemimpi sebagai pemburu
dan memanahnya. dan kita selalu mendapati anak burung
lainnya bertengger di sana. bersiul merdu
hanya telinga kita mendengarnya gaduh
dan mengira ia akan membuat rusuh
di hutan setiap orang ingin abadi,
masih adakah burung bernyanyi di ranting itu?
13 Desember 2020
/26/ Pohon Menuju Surga
kaukira ia mati dan lumat karena waktu
dari pohon itu sesungguhnya
perjalanan dia menuju surga
tapi kita tak pernah mau membaca
bahkan menghitung jejak jalan
antara rahim ibu ke kosong waktu
pohon menuju surga telah dianyam
sejak rahim, dari sekalimat. sebuah
pertanyaan kelak kita lupakan
bersimpuh di pohon
itu, ia ingin ke surga
lagulagu suci
/27/ Jalan ke Dalam Diri
sungguh, aku kehabisan kisah
burungburung sudah dikurung
atau terbang ke langit jauh
di sini tidak diperkenankan
hadir raja lain; ia akan dikutuk
jadi batu, jadi burung
jadi cicak, jadi keledai
mulut yang dimasker
tangan kaki diikat
hanya yang bersuara merdu
lainnya silakan diburu
begitu, aku semakin kehilangan
ucap, bahasaku amat tersendat
memandangi belantara
— sunyi —
menatap langit
— legam —
ke dalam diri
aku bertakbir!
*
ke mana pergi lelaki itu
adakah ia menemui
sekawanan burung bebas
dalam temali dan bilik?
aku buta!
*
kita diam
laut bergolak
dalam hati
inilah jalan itu
11-12 Desember 2020
/28/ Bunga
bunga yang kutanam bertahuntahun
kurawat tanah dan jambangan agar menjaga
tiap liuk napas, ia yang kusayang, tak mati
oleh musim sebelum langit membawa segera
bunga yang kurawat, kuasuh, kulindungi
dari wereng atau cuaca gersang dan bandang
gugur juga oleh pelatuk kumbang hutan
: sekali sengat gugurlah bunga itu
“ini petaka, kini kelam!”
/29/ Anggur dan Susu
akan kautunjukkan jalan terjal
dan berliku bagiku sebagai pejalan
aku pilih arah itu. bukan jalan
lain agar kakiku tak sobek,
sebab apakah aku bisa menemanimu
hanya menunggu di ruang minum
anggur dan susu
/30/ Pejam
kau lihat matahari pejam
di saat petang melintang
aku buru malam lengang
tiada kau di gigir jurang
dan kembali dalam jam
/31/ Sampai Padamu
aku pergi sejauhjauh kaukira
karena dalam dirimu, aku
tetap bersama. mengajakmu
jalan atau sekadar mengurai
percakapan,
bahkan burung yang
telah dicincang lalu diletakkan
di gununggunung itu kala dipanggil
akan kembali. siulnya hanya
namanama yang lama kauhafal
sejak ibu senandungkan di rahimnya
semenjak ibu cerita waktu menyusui
saat aku terjatuh dan bangun
agar bisa berjalan. “apakah kamu mau
ke taman itu, tapi tak melangkah?”
begitulah. kalau kau ingin terbang
rawat dan kokohkan kedua sayap
di tubuh
- ibu tak pernah abai memberi
tausiyah agar faham soal jalan –
demikian. sayap ibu sudah kukenakan
mata ibu sudah kupakai
aku pun melambai
sampai padamu?
2020
/32/ Tiga Ekor Burung Tiga Kuncup Melati
tiga ekor burung
kubiarkan terbang
kutinggalkan pula
tiga kuncup melati
sejak kembali musim hujan
jalan tak lagi kerontang
aku pun bisa selancar
kucari bidari teranyar
pulang ke pangkuan ibu
jauhkan aku dari kutukan
tak elok jadi batu, aku pun
sunyi sendiri di pantai
atau busuk di halaman buku
kalau tubuhku rapuh
karena dimakan rayap
seperti kabakaba lalu
tak dibayangkan lagi kini
tiga ekor bidadari
mati di tiga kuncup melati
tiga tubuh burung
membangkai di tiga makam
2020-2021.
TAMAT.