
Selamat pagi Ind,
dirimu muram kulihat
ini pagi, serupa cuaca
yang kutemui dalam
kalender harihari belakangan:
hujan dan langit buram.
Ada ceritamu kubaca
di halamanhalaman
tubuhmu yang gosong
badanmu terbakar amarah
dan bagian lainnya patah
dan rusak parah.
Siapa yang menganiayamu, Ind?
Aku baca pagi ini, kau jadi
barang berkepingkeping
oleh ulah anakanak sendiri.
Tapi anak siapakah mereka?
Ind, terlalu cepat kau luluh-porak
hanya sebab 900 halaman kitab
yang entah di mana bendanya.
Seperti surat perintah 11 maret?
Ind, selamat pagi
beri aku ijin untik menangisi
segala yang kulihat dan kubaca
di halamanhalaman perkabaran
ihwal dirimu yang remukredam
tulangbelulang patah
tubuhmu hancurmemar
di tubuhmu banban bekas berapi
asap hitam jadi layangan di kepalaku.
Anakanak muda ditawan dan digebah,
tapi anakanak siapakah mereka?
Bunda akan murka menerima anakanak
itu pulang tanpa baju, tangannya
pengkor, wajahnya lebam, bahkan
(mungkin) bisa pulang hanya nama.
Aku membacanya tersedu;
siapakah aku di hatimu, Ind?
Jika kau menangis untuk yang kesekian kali,
sesali mengapa kauberi orangorang itu
menguasaimu. menulis cerita baru, tapi
diksi yang dulu juga. muslihat harimau
berkulit kelinci.
Aku harus hormati siapa lagi, Ind?
Kehormatan di sini
setiap hari terkikis
setipis demi setipis.
Maafkan aku Ind,
belum bisa menjaga
lima bintang di hatimu
yang berbinarbinar itu
Sejak dulu, sebelum kau ada!
Oleh:

Isbedy Stiawan ZS.
Indonesia,
10 Oktober 2020.
TAMAT.